Bismillah…..Segala Puji bagi Allah Tuhan Seru sekalian alam.Tuhan Yang Maha Rahman.Maha Rahim.. Shalawat serta salam senantiasa tercurah untuk kekasih Allah,Muhammad Rasulullah Shallahu 'alaihi wassalam.
----------------------------------------------------------------------------------------------
----------------------------------------------------------------------------------------------
Kata Ibnu Mubarak, Khalid bin
Ma’dan berkata kepada Mu’adz: “Mohon diceritakan satu hadits yang terdengar
olehmu dari Rasulullah SAW yang kamu hafal dan kamu ingat setiap hari karena
sangat kerasnya haditz itu dan sangat halus dan sangat mendalamnya hadits
tersebut. Hadits manakah menurut tuan yang paling penting?”. Maka jawabnya:
“Baiklah akan aku ceritakan.” Kemudian beliau menangis dahulu. Lama sekali
menangisnya itu, selanjutnya beliau berkata: “Ehm, sungguh rindu sekali kepada
Rasulullah, ingin segera bersua dengan beliau.”
Kemudian dia berkata lagi: “Ketika menghadap kepada Rasulullah
SAW beliau menunggang kuda dan beliau menyuruhku untuk naik dibelakang beliau;
kemudian berangkatlah aku bersama beliau dengan mengendarai unta tersebut dan
beliau menengadah ke langit, kemudian bersabda:
“Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang berkehendak kepada
makhlukNya menurut kehendakNya, wahai Mu’adz!”
Jawabku: “Ya Sayyidal Mursalin.”
Sabda beliau: “Sekarang aku akan menceritakan satu cerita
kepadamu yang apabila dihafalkan olehmu, akan berguna bagimu, tapi kalau
disepelekan olehmu, maka kamu tidak akan mempunyai hujjah kelak di hadapan
Allah.
“Hai Mua’dz! Allah itu menciptakan tujuh Malaikat sebelum Dia
menciptakan tujuh langit dan bumi. Tiap langit ada satu Malaikat yang menjaga
pintu. Dan tiap-tiap pintu langit itu dijaga oleh Malaikat penjaga pintu
menurut kadarnya pintu dan keagungannya.
“Maka Malaikat yang memelihara amal si hamba dan mencatatnya
naik ke langit dengan membawa amal si hamba tersebut yang bersinar-sinar
cahayanya bagaikan cahaya matahari. Setelah sampai ke langit pertama, Malaikat
Hafadzoh menganggap amal si hamba itu banyak dan memuji kepada amal-amal
tersebut. Akan tetapi setelah sampai kepada pintu langit pertama, berkatalah
Malaikat penjaga pintu langit pertama kepada Malaikat Hafadzoh: “Tamparkanlah
amal ini ke muka (wajah) pemiliknya! Saya ini penjaga tukang mengumpat dan saya
di perintah untuk tidak menerima tukang mengumpat orang lain itu untuk masuk
dan jangan sampai melewatiku untuk mencapai langit berikutnya.”
“Kemudian keesokan harinya ada lagi Malaikat Hafadzoh naik
kelangit dengan membawa amal shalih yang berkilauan cahayanya yang dianggap
oleh Malaikat Hafadzoh begitu sangat banyaknya serta dipuji. Namun begitu
sampai kelangit kedua (yang lolos dan selamat dari langit pertama sebab pemilik
amal shalih tersebut tidak suka mengumpat) berkatalah Malaikat di langit kedua:
“Berhentilah dan tamparkanlah amal ini ke wajah pemiliknya, sebab dengan
amalnya itu, dia berharap keduniaan. Allah memerintahkan kepadaku harus menahan
amal ini jangan sampai lewat kepada langit yang lain. Maka Malaikat semuanya
melaknat kepada orang tersebut sampai sore.”
“Ada lagi Malaikat Hafadzoh yang naik dengan membawa amal hamba
Allah yang sangat memuaskan penuh dengan sedekah, puasa dan bermacam-macam
kebaikan yang oleh Malaikat Hafadzoh dianggap demikian banyaknya dan di puji.
Akan tetapi sampai di langit ketiga, berkatalah Malaikat penjaga langit ketiga:
“Berhentilah, tamparkanlah ke wajah pemiliknya amal ini, saya Malaikat penjaga
kibir (orang yang sombong) Allah memerintahkan kepadaku agar amal ini tidak
melewati pintuku dan jangan sampai ke langit berikutnya. Salahnya sendiri dia
takabbur kepada orang lain di dalam perkumpulan.”
Singkatnya, Malaikat Hafadzoh naik ke langit dengan membawa amal
hamba yang lain dan bersinar bagaikan bintang yang paling besar. Suaranya
gemuruh penuh dengan tasbih, puasa, shalat, naik haji dan umrah. Begitu sampai
ke langit ke empat, Malaikat penjaga langit ke empat itu berkata: “Berhentilah
jangan dilanjutkan, tamparkanlah amal ini ke wajah pemiliknya, saya ini penjaga
ujub dan Allah memerintahkan kepadaku agar amal ini jangan sampai lewat, sebab
jika dia beramal selalu ujub.”
Kemudian naik lagi Malaikat Hafadzah dengan membawa amal hamba
yang diiringi seperti pengantin perempuan diiring kepada suaminya. Begitu
sampai ke langit kelima dengan membawa amal yang begitu bagus, seperti jihad,
ibadah haji, ibadah umrah, cahanya pun berkilauan bagaikan matahari. Berkata
Malaikat penjaga langit kelima: “Saya ini penjaga sifat hasud, nah dia itu yang
amalnya demikian bagus itu suka hasud/iri kepada orang lain atas kenikmatan
Allah yang diberikan kepadanya. Jadi dia itu membenci kepada orang yang
meridlokan kepada nikmat Allah (benci nikmat). Saya diperintahkan oleh Allah
jangan membiarkan amal itu untuk melewati pintuku ke pintu yang lain.”
Kemudian Malaikat Hafadzah naik lagi dengan membawa amal yang
lain berupa wudlu yang sempurna, shalat yang banyak, puasa, haji dan umrah
sehingga sampailah ke langit yang keenam dan berkata Malaikat penjaga pintu
ini: “Saya ini Malaikat penjaga pintu Rahmat, nah amal yang seolah-olah bagus
ini tamparkanlah ke wajah pemiliknya, salahnya sendiri bahwa dia itu belum
pernah mengasihi orang lain. Apabila ada orang yang mendapatkan musibah dia
merasa senang. Aku diperintahkan oleh Allah bahwa amalnya ini jangan
melewatiku, supaya jangan sampai kepada yang lain.”
Dan naik lagi Malaikat Hafadzah ke langit dengan membawa amal si
hamba berupa bermacam-macam sedekah, puasa, shalat, jihad dan wara’. Suaranya
pun bergemuruh seperti geledek, cahayanyapun bagaikan kilat. Begitu sampai ke
langit ketujuh, berkata Malaikat penjaga langit yang ketujuh itu: “Saya ini
penjaga sum’ah (ingin masyur), sesungguhnya si pengamal ini ingin termasyur
dalam kumpulan-kumpulan dan selalu ingin tinggi di saat berkumpul dengan
kawan-kawannya yang sebaya dan ingin mendapat pengaruh dari para pemimpin.
Allah memerintahkan kepadaku agar amalnya itu jangan sampai melewatiku dan
jangan sampai kepada yang lain. Dan tiap-tiap amal yang tidak bersih karena
Allah, maka itulah riya. Allah tidak akan menerima dan mengabulkan amalnya
orang-orang yang riya.”
Kemudian Malaikat Hafadzah itu naik lagi dengan membawa amalnya
hamba yakni: shalat, zakat, puasa, haji, umrah, akhlak yang baik dan pendiam
tidak banyak omong, Dzikir kepada Allah. Kemudian diiring oleh Malaikat
kelangit ketujuh sehingga sampai menerobos hijab-hijab dan sampailah ke
khadirat Allah. Para Malaikat itu berdiri dihadapan Allah. Semuanya menyaksikan
bahwa amal ini adalah amal shalih, yang diikhlaskan karena Allah.
Tapi firman Allah: “Kalian adalah Hafadzah, pencatat amal
hambaKu, sedang Akulah yang mengintip hatinya, amal yang ini tidak karena Aku,
yang dimaksud olehnya itu adalah selain daripadaKu, tidak diikhlaskan kepadaKu.
Aku lebih mengetahui daripada kamu apa yang dimaksud olehnya dengan amalnya
itu. Aku laknat mereka, menipu kepada orang lain dan juga menipu kepadamu
(Malaikat-Malaikat Hafadzah) Tapi Aku ini tidak akan tertipu olehnya. Aku ini
yang paling tahu akan hal yang ghaib-ghaib.. Akulah yang melihat isinya hati,
dan tidak akan samar kepadaKu setiap apapun yang samar, tidak akan tersembunyi
bagiKu setiap apapun yang sembunyi. PengetahuanKu atas apa yang telah terjadi,
sama dengan pengetahuanKu akan apa yang bakal terjadi. PengetahuanKu atas apa
yang telah lewat sama dengan pengetahuanKu kepada apa yang akan datang.
PengetahuanKu kepada orang-orang yang terdahulu sebagaimana pengetahuanKu
kepada orang-orang yang kemudian.
“Aku lebih tahu atas apapun yang lebih samar daripada rahasia,
bagaimana akan bisa hambaKu dengan amalnya itu menipu kepadaku, bisa juga
mereka itu menipu kepada makhluk-makhluk yang tidak tahu, sedangkan Aku ini
Yang Mengetahui kepada yang ghaib-ghaib. LaknatKu tetap kepadanya.”
Kata ketujuh Malaikat dan 3000 Malaikat yang menyertai: “Ya
Tuhan, dengan demikian tetaplah laknatMu dan laknat kami semua bagi mereka.”
Maka semua yang ada dilangit mengucapkan: “Tetaplah laknat Allah
kepadanya dan laknat orang-orang yang melaknat.”
Sayyidina Mu’adz (yang meriwayatkan hadits ini) kemudian
menangis dengan terisak-isak, dan berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana aku bisa
selamat dari apa yang diceritakan baru saja?”
Sabda Rasulullah SAW.: “Hai Mu’adz, ikutilah Nabimu dalam soal
keyakinan!”
Aku bertanya kembali: “Gusti tuan ini adalah Rasulullah, sedang
saya ini adalah si Mu’adz bin Jabal bagaimana saya bisa selamat dan bagaimana
saya bisa terlepas dari bahaya tersebut?”
Bersabda Rasulullah SAW.: “Ya begitulah, seandainya dalam amalmu
ada kelengahan, maka tahanlah mulutmu jangan sampai menjelekkan orang lain dan
juga kepada saudara-saudaramu sesama Ulama. Apabila kamu hendak menjelekkan
orang lain, harus ingat kepada dirimu sendiri sebagaimana engkau pun tahu bahwa
dirimupun penuh dengan aib-aib. Jangan membersihkan dirimu dengan
menjelek-jelekkan orang lain. Jangan mengangkat dirimu sendiri dengan menekan
orang lain. Jangan riya dengan amalmu agar amalmu itu diketahui orang lain. Dan
janganlah kamu termasuk kedalam golongan orang yang mementingkan keduniaan dengan
melupakan akhirat. Kamu jangan berbisik-bisik dengan seseorang padahal di
sebelahmu ada orang lain yang tidak diajak berbisik olehmu. Dan janganlah
takabur kepada orang lain, nanti akan luput bagimu kebaikan dunia akhirat. Dan
jangan berkata kasar dalam satu majlis dengan maksud supaya orang-orang takut
akan keburukan akhlakmu. Jangan membangkit-bangkit apabila kamu berbuat
kebaikan. Jangan merobek-robek (pribadi) orang lain dengan sebab mulutmu, kelak
engkau akan dirobek-robek oleh anjing-anjing Jahanam yakni sebagaimana firman
Allah: “WANNAASYITHAATI NASYTHAA”
Di neraka itu ada anjing-anjing perobek badan-badan manusia.
Jadi mengoyak-ngoyak daging dari tulang.
Aku berkata: “Ya Rasulullah, siapa yang kuat menanggung
penderitaan semacam ini.”
Jawab Rasulullah SAW.: “Mu’adz, yang kami ceritakan tadi itu
akan mudah bagi mereka yang dimudahkan oleh Allah SWT., cukup untuk menggalang
semua itu. Kamu harus menyayangi orang lain sebagaimana kamu menyayangi dirimu
sendiri. Dan benci kepada orang lain apa-apa yang dibenci oleh dirimu sendiri.
Apabila demikian maka kamu akan selamat dan pasti dirimu akan terhindar.
Kata Khalid bin Ma’dam (yang meriwayatkan hadits tersebut adari
Sayyidina Mu’adz): “Sayyidina Mu’adz sering membaca hadits ini sebagaimana
seringnya membaca Al-Qur’an dan mempelajari hadits ini sebagaimana mempelajari
Al-Qur’an dalam majlisnya.”
Maka setelah kalian mendengar hadits ini yang demikian luhur
beritanya, yang besar bahayanya dan atsarnya yang menyakitkan. Serasa akan
terbang bila hati mendengarnya serta membingungkan akal dan menyempitkan dada
serta penuh dengan hura-hura yang mengagetkan.
Nah, apabila kamu telah mendengarnya, maka kamu harus berlindung
kepada Tuhanmu, Tuhan seru sekalian alam. Diam dipintu, mudah-mudahan saja
dibukakan dengan lemah lembut/merendahkan diri dan mendo’a, menjerit dan
menangis semalam-malaman. Juga disiang hari bersama orang-orang yang
merendahkan diri yang menjerit dan berdo’a kehadirat Allah. Sebab tidak akan
bisa selamat dalam urusan ini kecuali dengan adanya rahmat Allah SWT., dan
tidak akan bisa selamat dari tenggelamnya di laut ini kecuali dengan
penglihatan dan taufiqNya dan inayat daripadaNya. [*]
Menuju Mukmin Sejati
Imam Al-Ghazali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar