Assalamu’alaikum
Warohmatullohi Wabarokatuh
Alhamdulillaah…..Segala
Puji bagi Allah Tuhan Seru sekalian alam.Tuhan Yang Maha Rahman.Maha Rahim..
Shalawat serta salam senantiasa tercurah untuk kekasih Allah,Muhammad Rasulullah
Shallahu 'alaihi wassalam.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Bismillahir-Rahmanir-Rahim
.... Apa saja ibadah yang dibolehkan bagi wanita di kala haidh? Ada penjelasan
amat bagus dari seorang ulama besar saat ini, Syaikh Kholid Al Mushlih, murid
senior Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah.
Syaikh
Kholid bin ‘Abdillah Al Mushlih hafizhohullah menerangkan:
Haidh
dan nifas adalah suatu ketetapan Allah bagi kaum hawa karena ada hikmah dan
rahmat di balik itu semua. Para ulama telah sepakat (baca: ijma’) bahwa wanita
haidh dan nifas dilarang melakukan shalat yang wajib maupun yang sunnah, serta
tidak perlu mengqodho’ (mengganti) shalatnya.
Begitu
pula para ulama sepakat bahwa wanita haidh dan nifas dilarang berpuasa yang
wajib maupun yang sunnah selama masa haidhnya. Namun mereka wajib mengqodho’
puasanya tersebut.
Para
ulama pun sepakat bahwa wanita haidh dan nifas boleh untuk berdzikir dengan
bacaan tasbih (subhanallah), tahlil (laa ilaha illallah), dan dzikir
lainnya.
Adapun
membaca Al Qur’an tentang bolehnya bagi wanita haidh dan nifas terdapat
perselisihan pendapat. Yang tepat dalam hal ini, tidak mengapa wanita haidh dan
nifas membaca Al Qur’an sebagaimana akan datang penjelasannya. Begitu pula
tidak mengapa wanita haidh dan nifas melakukan amalan sholih lainnya selain
yang telah kami sebutkan ditambah thowaf.
Dalam
riwayat Bukhari (294) dan Muslim (1211) dari jalur ‘Abdurrahman bin Al Qosim, dari
Al Qosim bin Muhammad, dari ‘Aisyah, ia berkata, “Aku pernah keluar, aku tidak
ingin melakukan kecuali haji. Namun ketika itu aku mendapati haidh. Lalu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akhirnya mendatangiku sedangkan aku
dalam keadaan menangis. Belia berkata, “Apa engkau mendapati haidh?” Aku
menjawab, “Iya.” Beliau bersabda, “Ini sudah jadi ketetapan Allah bagi kaum
hawa. Lakukanlah segala sesuatu sebagaimana yang dilakukan orang yang berhaji
kecuali thowaf keliling Ka’bah.”
Dari
sini maka hendaklah laki-laki dan perempuan bersemangat untuk melakukan
berbagai kebaikan. Tidak sepantasnya melarang wanita di masa haidh dan nifasnya
dari berbagai kebaikan lainnya karena ini merupakan tipu daya syaithon.
Mereka
hanya terlarang melakukan shalat, puasa, dan thowaf, sedangkan yang lainnya
mereka boleh menyibukkan diri dengannya.
Adapun
khusus untuk membaca Al Qur’an bagi wanita haidh, maka di sini terdapat
perselisihan di kalangan para ulama rahimahullah. Ada tiga pendapat dalam
masalah ini:
Pendapat
pertama: Bolehnya membaca Al Qur’an bagi wanita haidh dan nifas, asalkan tidak
menyentuh mushaf Al Qur’an. Inilah pendapat dari Imam Malik, juga salah satu
pendapat dari Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad. Pendapat ini juga dipilih oleh
Imam Al Bukhari, Daud Azh Zhohiri, dan Ibnu Hazm.
Pendapat
kedua: Bolehnya membaca sebagian Al Qur’an, satu atau dua ayat, bagi wanita
haidh dan nifas. Ada yang menyebutkan bahwa tidak terlarang membaca Al Qur’an
kurang dari satu ayat.
Pendapat
ketiga: Diharamkan membaca Al Qur’ab bagi wanita haidh dan nifas walaupun hanya
sebagian saja. Inilah pendapat mayoritas ulama, yakni ulama Hanafiyah, ulama
Syafi’iyah, ulama Hambali dan selainnya. Imam At Tirmidzi mengatakan bahwa
inilah pendapat kebanyakan ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, kalangan tabi’in dan ulama setelahnya.
Setiap
pendapat di atas memiliki dalil pendukung masing-masing. Namun yang terkuat
menurut kami adalah bolehnya membaca Al Qur’an bagi wanita haidh dan
nifas.
Inilah
pendapat yang lebih mendekati kebenaran. Seandainya wanita haidh terlarang
membaca Al Qur’an, tentu saja Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan
menjelaskannya dengan penjelasan yang benar-benar gamblang, lalu
tersampaikanlah pada kita dari orang-orang yang tsiqoh (terpercaya).
Jika
memang benar ada pelarangan membaca Al Qur’an bagi wanita haidh dan nifas,
tentu akan ada penjelasannya sebagaimana diterangkan adanya larangan shalat dan
puasa bagi mereka. Kita tidak bisa berargumen dengan dalil pelarangan hal ini
karena para ulama sepakat akan kedho’ifannya. Hadits yang dikatakan bahwa para
ulama sepakat mendho’ifkannya adalah hadits yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi
dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu secara marfu’ (sampai pada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam),
“Tidak
boleh membaca Al Qur’an sedikit pun juga bagi wanita haidh dan orang yang
junub.”
Imam
Ahmad telah membicarakan hadits ini sebagaimana anaknya menanyakannya pada
beliau lalu dinukil oleh Al ‘Aqili dalam Adh Dhu’afa’ (90), “Hadits ini batil.
Isma’il bin ‘Iyas mengingkarinya.” Abu Hatim juga telah menyatakan hal yang
sama sebagaimana dinukil oleh anaknya dalam Al ‘Ilal (1/49). Begitu pula
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Fatawanya (21/460), “Hadits ini adalah
hadits dho’if sebagaimana kesepakatan para ulama pakar hadits.”
Ibnu
Taimiyah mengatakan dalam Fatawanya (26/191), “Hadits ini tidak diketahui
sanadnya sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hadits ini sama sekali
tidak disampaikan oleh Ibnu ‘Umar, tidak pula Nafi’, tidak pula dari Musa bin
‘Uqbah, yang di mana sudah sangat ma’ruf banyak hadits dinukil dari
mereka.
Para
wanita di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga sudang seringkali
mengalami haidh, seandainya terlarangnya membaca Al Qur’an bagi wanita
haidh/nifas sebagaimana larangan shalat dan puasa bagi mereka, maka tentu saja
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menerangkan hal ini pada umatnya.
Begitu
pula para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahuinya dari beliau.
Tentu saja hal ini akan dinukil di tengah-tengah manusia (para sahabat). Ketika
tidak ada satu pun yang menukil larangan ini dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, maka tentu saja membaca Al Qur’an bagi mereka tidak bisa dikatakan
haram. Karena senyatanya, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melarang
hal ini. Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak melarangnya
padahal begitu sering ada kasus haidh di masa itu, maka tentu saja hal ini
tidaklah diharamkan.”
Syaikhul
Islam telah menjelaskan secara global tentang pembolehan membaca Al Qur’an bagi
wanita haidh dengan menyebutkan kelemahan hadits yang membicarakan hal
itu.
Syaikhul
Islam mengatakan dalam Majmu’ Al Fatawa (21/460),
“Sudah
begitu maklum bahwa wanita sudah seringkali mengalami haidh di masa beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam, namun tidak ditemukan bukti beliau melarang membaca Al
Qur’an kala itu. Sebagaimana pula beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
melarang berdzikir dan berdo’a bagi mereka. Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam sendiri memerintahkan kepada para wanita untuk keluar saat ied, lalu
bertakbir bersama kaum muslimin. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun
memerintahkan kepada wanita haidh untuk menunaikan seluruh manasik kecuali
thawaf keliling ka’bah. Begitu pula wanita boleh bertalbiyah meskipun ia dalam
keadaan haidh. Mereka bisa melakukan manasik di Muzdalifah dan Mina, juga boleh
melakukan syi’ar lainnya.”Fatwa 22-8-1427
Kesimpulan:
Wanita
haidh dan nifas masih boleh membaca Al Qur’an namun tidak boleh menyentuhnya.
Jika ingin menyentuhnya hendaknya menggunakan sarung tangan dan pembatas
lainnya. Sedangkan shalat dan puasa tidak boleh dilakukan oleh wanita haidh dan
nifas. Begitu pula dilarang untuk thowaf. Adapun ibadah selain itu masih
dibolehkan. Maka tidak perlu khawatir untuk berdzikir dan membaca Al Qur'an
(asal tidak menyentuhnya) di masa haidh.
Diselesaikan
di Soekarno Hatta Airport, saat buka puasa 27 Ramadhan 1431 H (6 September
2010), saat Safar Jakarta-Jogja.Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
~ o ~
Semoga
bermanfaat dan Dapat Diambil Hikmah-Nya ...Silahkan DICOPAS atau DI SHARE jika
menurut sahabat note ini bermanfaat ....
#BERSIHKAN
HATI MENUJU RIDHA ILAHI#------------------------------------------------....
Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa
Anta Astaghfiruka Wa'atuubu Ilaik ....
**Sumber
rumahkusorgaku.multiply.com: islamway.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar