Assalamu’alaikum
Warohmatullohi Wabarokatuh
Alhamdulillaah…..Segala Puji bagi Allah Tuhan Seru sekalian
alam.Tuhan Yang Maha Rahman.Maha Rahim.. Shalawat serta salam senantiasa
tercurah untuk kekasih Allah,Muhammad Rasulullah Shallahu 'alaihi wassalam.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Oleh: Tim dakwatuna.com
Rasulullah saw.
bersabda, “Tiada iman pada orang yang tidak
menunaikan amanah; dan tiada agama pada orang yang tidak menunaikan janji.” (Ahmad dan Ibnu Hibban)
Amanah adalah kata yang
sering dikaitkan dengan kekuasaan dan materi. Namun sesungguhnya kata amanah
tidak hanya terkait dengan urusan-urusan seperti itu. Secara syar’i, amanah
bermakna: menunaikan apa-apa yang dititipkan atau dipercayakan. Itulah makna
yang terkandung dalam firman Allah swt.: “Sesungguhnya Allah memerintahkan
kalian untuk menunaikan amanah-amanah kepada pemiliknya; dan apabila kalian
menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kalian menetapkan hukum dengan
adil.” (An-Nisa: 58)
Ayat di atas menegaskan
bahwa amanah tidak melulu menyangkut urusan material dan hal-hal yang bersifat
fisik. Kata-kata adalah amanah. Menunaikan hak Allah adalah amanah.
Memperlakukan sesama insan secara baik adalah amanah. Ini diperkuat dengan
perintah-Nya: “Dan apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia hendaklah
kalian menetapkan hukum dengan adil.” Dan keadilan dalam hukum itu merupakan
salah satu amanah besar.
Itu juga diperjelas
dengan sabda Rasulullah saw., “Setiap kalian adalah pemimpin dan
karenanya akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Amir adalah
pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Lelaki adalah
pemimpin di tengah keluarganya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang
mereka. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan atas anak-anaknya
dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentangnya. Seorang hamba adalah
pemimpin atas harta tuannya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang itu.
Dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya.” (Muttafaq ‘Alaih)
Dan Allah swt.
berfirman: “Sesungguhnya Kami menawarkan amanah
kepada langit, bumi, dan gunung-gunung. Namun mereka menolak dan khawatir untuk
memikulnya. Dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu
amat zhalim lagi amat bodoh.” (Al-Ahzab
72)
Dari nash-nash
Al-Qur’an dan sunnah di atas nyatalah bahwa amanah tidak hanya terkait dengan
harta dan titipan benda belaka. Amanah adalah urusan besar yang seluruh semesta
menolaknya dan hanya manusialah yang diberikan kesiapan untuk menerima dan
memikulnya. Jika demikian, pastilah amanah adalah urusan yang terkait dengan
jiwa dan akal. Amanah besar yang dapat kita rasakan dari ayat di atas adalah
melaksanakan berbagai kewajiban dan menunaikannya sebagaimana mestinya.
Amanah
dan Iman
Amanah adalah tuntutan
iman. Dan khianat adalah salah satu ciri kekafiran. Sabda Rasulullah saw.
sebagaimana disebutkan di atas menegaskan hal itu, “Tiada iman pada orang yang tidak menunaikan amanah; dan
tiada agama pada orang yang tidak menunaikan janji.” (Ahmad dan Ibnu Hibban)
Barang siapa yang
hatinya kehilangan sifat amanah, maka ia akan menjadi orang yang mudah berdusta
dan khianat. Dan siapa yang mempunyai sifat dusta dan khianat, dia berada dalam
barisan orang-orang munafik. Disia-siakannya amanah disebutkan oleh Rasulullah
saw. sebagai salah satu ciri datangnya kiamat. Sebagaimana disampaikan Abu
Hurairah –semoga Allah meridhainya–, Rasulullah saw. bersabda, “Jika
amanah diabaikan maka tunggulah kiamat.” Sahabat bertanya, “Bagaimanakah amanah
itu disia-siakan, wahai Rasulullah?” Rasulullah saw. menjawab, “Jika suatu
urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran.” (Al-Bukhari)
Macam-macam
Amanah
Pertama, amanah fitrah. Dalam fitrah ada amanah. Allah menjadikan
fitrah manusia senantiasa cenderung kepada tauhid, kebenaran, dan kebaikan.
Karenanya, fitrah selaras betul dengan aturan Allah yang berlaku di alam
semesta. Allah swt. berfirman: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”
Mereka menjawab, “Betul, (Engkau Tuhan kami) kami menjadi saksi.” (Kami lakukan
yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya
kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).”
(Al-A’raf: 172)
Akan tetapi adanya
fitrah bukanlah jaminan bahwa setiap orang akan selalu berada dalam kebenaran
dan kebaikan. Sebab fitrah bisa saja terselimuti kepekatan hawa nafsu dan
penyakit-penyakit jiwa (hati). Untuk itulah manusia harus memperjuangkan amanah
fitrah tersebut agar fitrah tersebut tetap menjadi kekuatan dalam menegakkan
kebenaran.
Kedua, amanah taklif syar’i (amanah yang diembankan oleh syari’at).
Allah swt. telah menjadikan ketaatan terhadap syariatnya sebagai batu ujian
kehambaan seseorang kepada-Nya. Rasulullah saw. bersabda:“Sesungguhnya Allah telah menetapkan
fara-idh (kewajiban-kewajiban), maka janganlah kalian mengabaikannya;
menentukan batasan-batasan (hukum), maka janganlah kalian melanggarnya; dan
mendiamkan beberapa hal karena kasih sayang kepada kalian dan bukan karena
lupa.” (hadits shahih)
Ketiga, amanah menjadi bukti keindahan Islam. Setiap muslim mendapat
amanah untuk menampilkan kebaikan dan kebenaran Islam dalam dirinya. Rasulullah
saw. bersabda: “Barangsiapa
yang menggariskan sunnah yang baik maka dia mendapatkan pahalanya dan pahala
orang-orang rang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahalanya sedikit pun.” (Hadits shahih)
Keempat, amanah dakwah. Selain melaksanakan ajaran Islam, seorang
muslim memikul amanah untuk mendakwahkan (menyeru) manusia kepada Islam itu.
Seorang muslim bukanlah orang yang merasa puas dengan keshalihan dirinya
sendiri. Ia akan terus berusaha untuk menyebarkan hidayah Allah kepada segenap
manusia. Amanah ini tertuang dalam ayat-Nya: “Serulah ke jalan Rabbmu dengan
hikmah dan nasihat yang baik.” (An-Nahl:
125)
Rasulullah saw. juga
bersabda, “Jika Allah memberi petunjuk kepada
seseorang dengan usaha Anda, maka hal itu pahalanya bagi Anda lebih
dibandingkan dengan dunia dan segala isinya.” (al-hadits)
Kelima, amanah untuk mengukuhkan kalimatullah di muka bumi. Tujuannya
agar manusia tunduk hanya kepada Allah swt. dalam segala aspek kehidupannya.
Tentang amanah yang satu ini, Allah swt. menegaskan:“Allah telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa
yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu
dan apa yang telah Kami wahyukan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu:
Tegakkanlah agama dan janganlah kalian berpecah-belah tentangnya.” (Asy-Syura: 13)
Keenam, amanah tafaqquh fiddin (mendalami agama). Untuk dapat
menunaikan kewajiban, seorang muslim haruslah memahami Islam. “Tidaklah
sepatutnya bagi orang-orang yang beriman itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama.” (At-Taubah: 122)
“Dan
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang
sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang
telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan)
mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. mereka tetap
menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa
yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang
fasik.” (An-Nur: 55)
***
Sumber: Dakwatuna.com