Assalamu’alaikum
Warohmatullohi Wabarokatuh
Alhamdulillaah…..Segala Puji bagi Allah Tuhan Seru sekalian
alam.Tuhan Yang Maha Rahman.Maha Rahim.. Shalawat serta salam senantiasa
tercurah untuk kekasih Allah,Muhammad Rasulullah Shallahu 'alaihi wassalam.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Oleh Syaikh Muhammad
bin Shalih Al-Utsaimin
Syaikh Muhammad bin
Shalih Al-Utsaimin ditanya : Berapa lama batas waktu tinggalnya
Dajjal di muka bumi ?
Jawaban:
Lamanya Dajjal tinggal
di muka bumi hanya empat puluh hari. Akan tetapi sehari seperti setahun, sehari
seperti sebulan dan sehari seperti seminggu. Seluruh hari-hari yang dilaluinya
seperti hari-hari yang kita lalui sekarang. Demikianlah yang dituturkan oleh
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Para sahabat pernah bertanya kepada Nabi,
“Ya Rasulullah, hari yang seperti setahun ini, apakah cukup shalat sehari saja
?” Beliau menjawab, “Tidak! Kira-kirakanlah saja !”
Perhatikanlah contoh
seperti ini agar kita bisa mengambil pelajaran bagaimana para sahabat
senantiasa membenarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka tidak
mau mentahrif (merubah atau menyelewengkan makna) atau menta’wil atau mengatakan
bahwa hari tidak mungkin molor, karena matahari itu senantiasa beredar pada
porosnya dan tidak berubah, akan tetapi memanjang lantaran banyak kesulitan
yang terjadi pada hari itu atau karena hari itu sungguh melelahkan. Mereka
tidak mengatakan demikian sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang sok
pintar, akan tetapi membenarkan bahwa hari itu setahunnya juga dua belas bulan
secara hakiki tanpa perlu ditahrif ataupun di ta’wil.
Demikianlah mestinya
seorang mukmin yang hakiki senantiasa tunduk terhadap apa yang diberikan oleh
Allah dan RasulNya berupa masalah-masalah ghaib meskipun akalnya tidak sampai.
Mereka tahu bahwa apa yang diberitakan oleh Allah dan RasulNya tidak mungkin
sesuatu yang mustahil secara akal akan tetapi akal yang tidak sampai karena tak
mampu mengetahuinya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan
bahwa hari pertama dari hari-hari yang dilalui oleh Dajjal adalah seperti
setahun. Sekiranya hadits ini dibaca oleh roang-orang “belakangan”
(muta’akhirin) yang mengaku sebagai kaum intelektual, mereka akan mengatakan,
bahwa panjangnya hari itu merupakan majaz dari keletihan dan kesulitan yang ada
pada hari itu, karena hari-hari bahagia adalah pendek sedangkan hari-hari sial
adalah panjang.
Berbeda dengan para
sahabat Radhiyallahu ‘anhum yang karena kejernihan hati dan ketundukan mereka
menerima apa adanya dan mengatakan dengan polos bahwa Dzat yang telah
menciptakan matahari menjadikannya berputar selama dua puluh empat jam sehari
semalam kuasa untuk menjadikannya berputar selama dua belas bulan, karena
Pencipta itu hanya satu dan Dia Maha Kuasa. Karena itulah mereka menerima dan
pasrah, sedangkan yang ditanyakan adalah, “Bagaimana kami melakukan shalat !”
Mereka menanyakan tentang masalah syar’i yang dibebankan kepada mereka, yaitu
shalat.
Demi Allah, ini
merupakan hakikat ketundukan dan kepasrahan. Mereka mengatakan, “Ya Rasulullah!
Hari yang seperti setahun itu, cukupkah bagi kita shalat sehari saja ?” Beliau
menjawab, “Tidak, namun kira-kirakanlah saja !” Subhanallah …. Jika anda mau
merenungkan, pasti jelas sekali bawah dien ini benar-benar sempurna dan
menyeluruh, karena tidak mungkin ada satu masalahpun yang dibutuhkan oleh
manusia sampai hari kiamat melainkan akan dia dapatkan pangkalnya dien ini.
Bagaimana Allah membuat
para sahabat itu menanyakan yang demikian ? Ini dimaksudkan agar dien ini
menjadi sempurna dan tidak lagi butuh penyempurnaan. Manusia yang hidup di
daerah-daerah kutub sekarang ini membutuhkan penjelasan semacam ini, karena
disana bisa terjadi malam hari selama enam bulan dan siang hari selama enam
bulan pula. Oleh karena itu, mereka membutuhkan hadits ini. Perhatikanlah
bagaimana Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyampaikan fatwa seperti
ini sebelum problema seperti ini terjadi, karena Allah telah berfirman.
“Artinya : Pada
hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian din kalian dan telah Aku cukupkan
nikmat-Ku atas kalian” [Al-Ma’idah
: 3]
Demi Allah, kalau kita
renungkan “Telah Aku sempurnakan din kalian atas kalian”, pastilah kita tahu
bahwa selamanya tidak akan terdapat satu kekuranganpun. Ia sempurna dari segala
sisi. Sedangkan kekurangan ada pada diri kita, entah karena sempitnya akal dan
pemahaman kita atau karena adanya kehendak-kehendak yang tidak terarah dan
tidak terkendali dari manusia yang hanya ingin memenangkan pendapatnya sehingga
ia buta dari kebenaran. Namun kalau saja kita mau perhatikan berdasarkan ilmu
dan pengetahuan serta niat baik, pasti akan kita dapatkan bahwa dien ini tidak
memerlukan penyempurna dan tidak mungkin muncul satu masalah yang kecil ataupun
yang besar melainkan terdapat pemecahannya dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Akan tetapi ketika hawa
nafsu telah mendominasi manusia, jadilah sebagian manusia buta dari kebenaran
dan kebenaran itu tidak tampak olehnya. Anda akan dapati mereka itu jika muncul
suatu peristiwa atau masalah yang belum pernah dikenal sebelumnya secara
persis, meskipun jenisnya sama, mereka saling berselisih pendapat lebih dari
jumlah jari-jari mereka. Jika hal itu mengandung dua pendapat, ada dapati
mereka terdapat sepuluh pendapat. Ini semua karena hawa nafsu telah mendominasi
manusia dewasa ini. Seandainya tidak dan niat yang ada adalah lurus,
pemahamannya bersih, serta ilmunya luas, tentu kebenaran itu akan jelas.
Pokoknya, bahwa Rasul
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberitahukan bahwa Dajjal itu akan
tinggal selama empat puluh hari, dan setelah empat puluh hari itu turunlah
Al-Masih Isa putra Maryam yang dahulu telah dianggkat oleh Allah kepadaNya.
Dalam sebuah hadits shahih disebutkan : “Dia (Nabi Isa) akan turun di Menara
Putih timur kota Damaskus dengan meletakkan kedua telapaknya pada sayap dua
malaikat. Jika kepalanya menunduk keluar aroma dan jika diangkat keluar permata
seperti mutiara. Tiada seorang kafirpun yang mendapatkan baunya kecauali ia
pasti mati”. Ini merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah. Selanjutnya Nabi Isa
terus memburu Dajjal sehingga terpojok di Pintu Ludd di Palestina lalu dibunuh
di sana. Saat itulah akhir riwayatnya.
Nabi Isa selanjutnya
tidak mau menerima agama lain selain Islam dan dia tidak mau menerima jizyah.
Dia juga akan menghancurkan salib dan membunuh babi sehingga tiada yang
diibadahi dan disembah selain Allah. Bertolak dari sini, jizyah yang diwajibkan
oleh umat Islam berakhir sampai di sini, ketika turunnya Isa. Namun tidak bisa
dikatakan bahwa ini syari’at Nabi Isa ‘alaihis salam, karena Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberitahukan hal itu serta menetapkannya.
Tidak diberitahukan hal itu serta menetapkannya. Tidak diberlakukannya lagi jizyah
setelah turunnya Nabi Isa merupakan Sunnah atau ketetapan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena sunnah Rasul itu meliputi perkataan,
perbuatan serta iqrar (pengakuan). Beliau berbicara tentang Nabi Isa putra
Maryam serta memberikan pengakuan, maka ini termasuk sunnahnya. Isa tidaklah
membawa syari’at baru dan tidak ada seorangpun yang akan membawa syari’at baru
kecuali dengan syari’at Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga hari
kiamat.
Inilah beberapa hal
yang berkaitan dengan Dajjal yang bisa kami terangkan. Kita memohon kepada
Allah agar melindungi kita semua dari fitnahnya.
[Disalin dari kitab
Fatawa Anil Iman wa Arkaniha, yang di susun oleh Abu Muhammad Asyraf bin Abdul
Maqshud, edisi Indonesia Soal-Jawab Masalah Iman dan Tauhid, Pustaka At-Tibyan]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar